Intermezzo,2 Juli 2013
Alur cerita ini mengalir saja
kawan. Bila mana esok masih ada mentari, kicau burung di pohon Palem. Pohon
Trembesi yang menjulang tinggi, daun-daun kecilnya yang jatuh setiapkali
diterpa angin. Aroma rumput yang dibasahi embun tadi pagi. Menyongsong pagi
dengan senyum.
Entah kenapa kepalaku berat, berat sekali. Untuk menegakkan
wajah pada hari-hari yang seperti ini.
Rutinitas yang sama dari hari ke hari. Kebersamaan dengan
teman-teman setiap hari kulakukan. Tapi masih saja sepi. Aku melamun setiap
kali makan dan tak percaya dengan keadaan yang kualami itu.
Apakah aku berada di jalan yang
salah? Mengapa dikau kulepas sayang, ada ganjal penyesalan di lubuk hati ini.
Aku ingin semua orang tahu, tahu bahwa aku berat untuk melepasmu. Di negeri
Tulip, nan jauh beribu-ribu kilometer dari Indonesia. Tulip yang asli berasal
dari Turki, hal itu yang menjadi salah asumsi orang-orang awam yang
mengira bahwa bunga tulip berasal dari
Belanda. Aku tahu kau juga salah, telah menduakan.
3 Ogos 2012, kau berangkat
ditemani dengan sanak famili yang mengantarmu dengan berat hati dan ucapan
selaksa rindu akan kedatanganmu lagi. Begitu pula denganku, aku hanya ingin
melihatmu, rasa yang terpendam yang sulit terungkap. Biarlah, biarlah ia
melekat dalam hati ini. Biar menjadi suatu memori. Tentang rasa yang pernah
hadir. Aku membayangkan dari sini, tangis bahagia dan duka dari keluargamu,
pelukan erat dari Umi dan Abimu pula.
Rindu ini gila, merasuk lebih
dalam. Tanpa sepatah kata, aku bisa merasakannya. Bila rindu menjadi cinta,
cinta yang menyiksa. Tapi kukatakan pada Pemegang jiwa Ku, aku minta jagalah
dia dan lindungi dia yang terselip dalam setiap doaku. Bila mungkin aku bukan
untuk mu lagi, mungkin memang takdir dari Nya. Namun setidaknya ada seseorang yang
memang ku kasihi, tak kan ku nodai rasa ini. Biarlah, biarlah pernah hadir
dalam hati ini. Biarlah, biar waktu yang menyembuhkan, Biarlah, biar hati yang
baru membuka lagi. Menghilangkan sisa-sia luka yang pernah ada.
~ S. Shine
.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar